JAKARTA – Seputar Jagat News. Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, menjalani pemeriksaan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari proyek Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu.
Pemeriksaan dilakukan oleh tim penyidik Kejati Bengkulu di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu (tanggal tidak disebutkan dalam keterangan).
“Kebetulan yang bersangkutan sangat kooperatif, berada di Jakarta, dan bersedia diperiksa,” ujar Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung kepada wartawan.
Anang menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap Helmi Hasan dilakukan berdasarkan jabatannya sebagai Wali Kota Bengkulu periode 2013–2023, sebelum ia menjabat sebagai Gubernur.
“Yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Wali Kota Bengkulu dari 2013 hingga 2023,” jelas Anang.
Meski begitu, Anang tidak merinci lebih lanjut soal materi atau substansi dari pemeriksaan tersebut.
Dalam kasus ini, Kejati Bengkulu telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, yang terdiri dari sejumlah pejabat swasta dan mantan pejabat publik. Mereka adalah:
- Budi Laksono, Komisaris Utama PT Dwisaha Selaras Abadi
- Ahmad Kanedi, mantan Wali Kota Bengkulu 2007–2012 dan mantan anggota DPD
- Kurniadi Begawan, Direktur Utama PT Tigadi Lestari
- Wahyu Laksono, Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi
- Hariadi Benggawan, Direktur PT Tigadi Lestari
- Satriadi Benggawan, Komisaris PT Tigadi Lestari
- Chandra D. Putra, mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu
Ketujuh tersangka ini diduga terlibat dalam alur transaksi dan pengelolaan aset Mega Mall serta PTM yang menyebabkan kebocoran PAD selama bertahun-tahun.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari perubahan status lahan Mega Mall dan PTM yang pada tahun 2004 berstatus sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik pemerintah daerah, lalu berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua, masing-masing untuk Mega Mall dan PTM, lalu dijadikan agunan kredit oleh pihak ketiga ke lembaga perbankan. Saat kredit bermasalah dan mengalami tunggakan, SHGB itu kembali digadaikan ke perbankan lain untuk menutup utang sebelumnya.
Alur transaksi yang terus berlangsung ini menimbulkan kerugian bagi keuangan daerah, karena pendapatan yang seharusnya masuk sebagai PAD tidak terealisasi.
Meski tim auditor masih melakukan perhitungan rinci, indikasi awal menunjukkan bahwa kebocoran PAD dari proyek ini berlangsung sejak 2004 hingga kini. Dengan rentang waktu yang panjang, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai hingga Rp250 miliar.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk Helmi Hasan, merupakan bagian dari upaya penyidikan lanjutan untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab dalam alih kelola aset publik ini menjadi milik pihak swasta dan akhirnya menjadi beban utang.
Pihak Kejaksaan belum mengungkap apakah ada potensi penambahan tersangka dalam perkara ini. Proses penyidikan akan terus berlanjut seiring dengan pendalaman terhadap dokumen, audit, dan keterangan para pihak terkait.
Publik Bengkulu kini menunggu transparansi dan keseriusan aparat penegak hukum dalam mengusut kasus yang telah berlangsung hampir dua dekade ini, dan yang diduga kuat telah menggerogoti keuangan daerah secara sistematis. (MP)