Bandung – Seputar Jagat News. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghadapi tantangan besar dalam menertibkan bangunan liar yang menjamur di sepanjang aliran sungai. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara terbuka meminta bantuan Jaksa Agung untuk menangani permasalahan pelik terkait alih fungsi lahan, termasuk kawasan yang seharusnya menjadi areal perkebunan.
“Saya mohon Pak Jaksa Agung dan seluruh jajaran untuk membantu kami menyelesaikan berbagai problem alih fungsi lahan. Banyak areal perkebunan yang berada dalam skema kerja sama operasi (KSO) justru berubah fungsi menjadi kawasan lain,” ujar Dedi Mulyadi dalam keterangannya.
Menurutnya, kondisi yang terjadi di lapangan cukup memprihatinkan. Banyak lahan di sepanjang aliran sungai yang secara mengejutkan telah bersertifikat hak milik. Hal ini menjadi kendala besar ketika pemerintah hendak melakukan penertiban atau normalisasi kawasan.
Ia menambahkan bahwa jika pemerintah daerah ingin menertibkan dan mengganti rugi bangunan liar tersebut, maka harus membebaskan lahan pertanian di kawasan strategis seperti Bekasi dan Karawang. Tak tanggung-tanggung, anggaran yang dibutuhkan untuk penertiban dan pembebasan lahan mencapai Rp8 triliun.
“Kalau mau membebaskan banjir di Kabupaten Karawang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi, kita harus siapkan Rp8 triliun untuk membayar bangunan-bangunan liar di sepanjang sungai,” jelas Dedi.
Namun demikian, Dedi menyebutkan bahwa pemerintah sudah mulai mengambil langkah awal. Pada tahap pertama, Pemprov Jawa Barat bersama Pemkot Bekasi dan Pemkab Bekasi telah mengalokasikan dana swadaya sebesar Rp300 miliar untuk mengatasi persoalan tersebut.
Lebih lanjut, Gubernur Dedi mengungkapkan lambannya pengerjaan proyek pengerukan Kali Bekasi yang bernilai Rp500 miliar. Proyek tersebut sempat tertunda hampir dua tahun karena pihak kontraktor enggan bekerja akibat keberadaan bangunan yang berdiri di sepanjang sungai. Namun, kini proyek pengerukan mulai berjalan kembali berkat dukungan dari Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya.
“Jadi di kita ini aneh, tidak mau banjir tapi sungainya diuruk. Tidak mau banjir tapi sawahnya diubah. Tidak mau banjir tapi tata ruangnya tidak ditata. Ini problem kita,” tegas Dedi Mulyadi.
Permasalahan ini menggambarkan kompleksitas tata ruang dan lemahnya penegakan hukum terkait penggunaan lahan di Jawa Barat, yang kini menjadi sorotan publik dan membutuhkan sinergi lintas lembaga untuk diselesaikan. (Red)