Jakarta – Seputar Jagat News. Momen simbolik terekam saat Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (2/6/2025). Presiden RI Prabowo Subianto tampak berjalan berdampingan dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, sementara Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan sendiri di belakang keduanya. Gestur ini menyita perhatian publik dan memunculkan berbagai tafsir politik.
Analis komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio (Hensat), menyebutkan bahwa momen tersebut sarat makna. Menurutnya, Prabowo secara sengaja menempatkan Megawati di depan Gibran sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan kepemimpinan masa lalu.
“Itu momen pertama kalinya Ibu Megawati dan Gibran bertemu setelah Pilpres 2024. Langka sekali melihat keduanya berada dalam satu forum, apalagi setelah isu retaknya hubungan politik antara mereka,” ujar Hensat kepada Kompas.com, Senin.
Hensat menyebut sikap Prabowo tersebut sebagai wujud kenegarawanan.
“Bijaksana sekali Presiden Prabowo menempatkan Megawati di depan Gibran. Ini bukan semata urusan protokoler, tapi mencerminkan penghormatan terhadap pemimpin sebelumnya dan simbol penting dalam proses rekonsiliasi nasional,” katanya.
Menurut Hensat, gestur itu dapat dimaknai sebagai sinyal kuat bahwa Prabowo tengah berupaya merangkul semua pihak, termasuk mereka yang tidak berada di dalam pemerintahan saat ini. Dalam konteks politik pasca-Pilpres 2024, posisi Megawati dan Gibran mencerminkan dua kutub yang sempat berseberangan: Megawati sebagai Ketua Umum PDI-P yang saat itu menjadi oposisi, dan Gibran sebagai cawapres dari kubu pemenang.
“Posisi ini mencerminkan upaya Prabowo untuk membangun harmoni politik, mengajak tokoh-tokoh dari generasi sebelumnya untuk tetap dilibatkan dalam narasi kebangsaan,” jelas Hensat.
Momen ketika Gibran berjalan sendirian di belakang Prabowo dan Megawati pun dianggap simbolik. Diketahui, Gibran sempat dipecat dari keanggotaan PDI-P oleh Megawati pada 2024 lalu, usai ia menerima pinangan Prabowo untuk menjadi calon wakil presiden.
“Ada isu-isu bahwa hubungan antara Gibran dan PDI-P memburuk pasca Pilpres. Namun, momen ini memperlihatkan bahwa di atas segala perbedaan politik, masih ada kepentingan yang lebih besar: persatuan bangsa,” ujar Hensat.
Menurutnya, kebersamaan mereka dalam satu momen upacara negara bisa menjadi jembatan yang memperkecil jurang politik di antara kubu yang sebelumnya berseberangan.
Dalam pantauan langsung Kompas.com, momen tersebut terjadi saat upacara hendak dimulai. Presiden Prabowo yang awalnya berdiri sendiri, menengok ke arah Megawati dan memberi isyarat untuk berjalan bersamanya. Megawati kemudian berjalan di sisi Prabowo. Sementara itu, Gibran terlihat mengekor dari belakang tanpa mendampingi langsung kedua tokoh tersebut.
Selanjutnya, Prabowo memimpin upacara sebagai Inspektur Upacara. Tak ada interaksi langsung yang terlihat antara Gibran dan Megawati sepanjang acara berlangsung.
Meskipun hanya sekelebat gestur dalam satu rangkaian acara kenegaraan, momen ini menyimpan tafsir simbolik yang dalam. Sikap Prabowo dinilai sebagai upaya membangun narasi rekonsiliasi dan kesinambungan sejarah, di tengah dinamika politik yang masih terasa hangat usai Pemilu 2024. (Red)