Sidoarjo – Seputar Jagat News. Ratusan jurnalis dari berbagai kota di Jawa Timur—termasuk Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Pasuruan—menggelar aksi damai di halaman Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, Kamis siang (26/6/2025). Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap tindakan kekerasan dan penghalangan kerja jurnalistik yang dialami sejumlah wartawan saat meliput kegiatan mediasi dugaan penipuan oleh PT. SGM pada 13 Juni lalu.
Mediasi yang dilaksanakan di rumah dinas Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, dilakukan secara tertutup dengan alasan keterbatasan ruangan. Namun, upaya penghalauan terhadap para jurnalis justru memicu insiden yang menegangkan. Beberapa wartawan mengaku mendapat perlakuan kasar, termasuk dorongan dan pemitingan, oleh seorang pria berpakaian sipil bernama Urip.

Urip diketahui merupakan simpatisan fanatik Wakil Bupati sejak masa kampanye, namun tidak memiliki status resmi sebagai aparat pemerintah maupun pengamanan. Aksinya terhadap para jurnalis viral di media sosial, terutama TikTok, dan memicu kemarahan luas di kalangan insan pers.
Aksi solidaritas ini ditandai dengan poster-poster bertuliskan “Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis”, “Jurnalis Bukan Musuh Negara”, dan “Kami Dilindungi Undang-Undang”. Sebagai simbol penolakan terhadap intimidasi, para jurnalis juga melakukan aksi mencopot kartu identitas pers mereka, sebagai bentuk protes terhadap pelecehan terhadap profesi mereka.
Dalam orasinya, Ketua DPC Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Sidoarjo, Agus Subakti, mengecam keras insiden tersebut.
“Kekerasan kepada wartawan adalah bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi. Kami bekerja dilindungi oleh undang-undang. Usut tuntas kasus ini agar tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Puncak dari aksi damai terjadi saat Wakil Bupati Mimik Idayana hadir menemui massa jurnalis dan secara terbuka menyampaikan permintaan maaf. Permintaan maaf tersebut disampaikan secara resmi dalam bentuk surat bermaterai dengan kop dan stempel Pemkab Sidoarjo, serta disetujui oleh perwakilan jurnalis, termasuk Penasehat Vanguard Jurnalis Surabaya.

Dalam klarifikasinya, Mimik Idayana menyebut insiden itu sebagai bentuk miskomunikasi antara relawan dan wartawan. Ia juga mengaku baru mengetahui peristiwa tersebut setelah berdiskusi dengan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji.
“Saya baru tahu setelah pertemuan dengan Armuji. Saat itu kami sedang membahas persoalan tanah warga,” jelas Mimik.
Ia menegaskan tidak pernah membatasi akses media dan akan membangun kemitraan yang lebih sehat melalui Media Center Pemkab Sidoarjo.
“Kami ini saling membutuhkan. Saya pastikan peristiwa kemarin tidak akan terulang kembali. Ini menjadi pembelajaran bersama,” ujarnya.
Aksi ini juga mendapat dukungan dari pusat. Ketua Presidium DPP PWDPI, Gus Aulia, S.E., M.M., S.H., menegaskan bahwa jurnalis memiliki peran vital dalam membangun reputasi publik dan juga dalam mengungkap kebenaran.
“Pemerintah tidak boleh memandang remeh peran jurnalis. Anda bisa terkenal karena media, tetapi juga bisa tercemar jika menghina atau meremehkan insan pers,” ucap Gus Aulia.
Ia menambahkan bahwa hubungan antara media dan pemerintah harus dibangun atas dasar simbiosis mutualisme.
“Mari kita rajut silaturahmi, wujudkan sinergitas, dan bersama-sama meraih keberkahan,” pungkasnya.
Sementara itu, Penasehat DPC PWDPI Sidoarjo, Bertus L.R Lasut, turut mengecam keras segala bentuk kekerasan dan penghalangan tugas peliputan terhadap wartawan.
“Wartawan harus diberi ruang untuk bekerja, bukan diusir atau diintimidasi. Itu pelecehan terhadap profesi kami,” tegasnya.
Aksi damai ini berakhir tertib dan damai setelah permintaan maaf Wakil Bupati diterima oleh perwakilan jurnalis. Namun, para wartawan menegaskan bahwa aksi ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan untuk menjaga marwah pers dan memastikan bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak terulang kembali di masa depan. (MP)