Aksi Damai di Palangka Raya: Warga Desak Keadilan untuk Kades Tempayung, Serukan “Adat Bukan Pidana”

Screenshot 2025 05 08 010126 e1746642841807
4 / 100

Palangka Raya – Seputar Jagat News. Ratusan warga dari berbagai elemen masyarakat sipil menggelar aksi damai di depan Gedung Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, Selasa (6/5/2025). Aksi ini digalang oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kriminalisasi Kepala Desa Tempayung sebagai bentuk protes terhadap putusan hukum yang menimpa Kepala Desa (Kades) Tempayung, Syahyunie, yang sebelumnya divonis enam bulan penjara.

Kepala Desa Tempayung, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, itu dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun atas tuduhan menjadi provokator dalam peristiwa permotalan lahan milik PT Sungai Rangit Kebun Rauk Naga Estate Divisi 3 dan 4. Keputusan ini memantik gelombang solidaritas dan kritik luas, terutama dari kelompok masyarakat adat.

Dalam orasinya, Agung Sesa dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah menyampaikan bahwa aksi ini merupakan bentuk konsistensi masyarakat dalam mengawal kasus dugaan kriminalisasi terhadap kepala desa yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.

“Aksi ini sebagai bentuk konsistensi masyarakat dalam mengawal kasus kriminalisasi kepada Kepala Desa Tempayung, serta memberitahukan kepada masyarakat luas bahwa rasa keadilan kepada masyarakat adat itu masih belum dirasakan,” tegas Agung.

Ia berharap majelis hakim di Pengadilan Tinggi Palangka Raya dapat melihat substansi kasus secara lebih cermat, serta memberikan keputusan yang adil bagi masyarakat Tempayung dan Kades Syahyunie.

Sikap senada juga disampaikan oleh Yumero dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah, yang menilai bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat Tempayung adalah bagian dari tradisi dan ritual adat, bukan tindakan anarkis apalagi pidana.

“Adat ini bukanlah pidana. Kades Tempayung ini kan tidak sendiri, melainkan bersama masyarakat adat. Jadi aneh jika hanya Kades Tempayung yang dituduh sebagai provokator,” ujarnya.

Yumero bahkan mengisyaratkan kemungkinan akan dilakukan aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar jika tuntutan masyarakat adat tidak direspons secara adil.

“Apabila aksi ini tidak ditindak lebih lanjut, kami kemungkinan akan mendatangkan massa lebih banyak lagi. Masyarakat adat Tempayung akan datang langsung ke sini,” lanjutnya.

Dalam barisan demonstran, Krismes Santo Haloho turut menyuarakan keberatan atas perlakuan hukum terhadap Kades Tempayung. Ia menegaskan bahwa masyarakat adat sudah ada jauh sebelum negara berdiri, dan seyogianya mendapat perlindungan, bukan kriminalisasi.

“Kades Tempayung hari ini dikriminalisasi oleh perusahaan yaitu PT Sungai Rangit. Ini adalah permintaan masyarakat adat Tempayung, bukan sekadar aksi solidaritas dari kami. Maka saya kira pengadilan harus betul-betul memahami situasi ini,” kata Krismes.

Massa aksi juga membentangkan sejumlah spanduk dan banner bertuliskan pesan-pesan moral seperti “Adat Bukan Pidana, Bebaskan Kades Tempayung” yang menggambarkan inti tuntutan mereka.

Aksi yang berlangsung damai itu akhirnya ditanggapi oleh pihak Pengadilan Tinggi Palangka Raya. Hakim Ad Hoc Tingkat Banding, Agung Iswanto, menemui perwakilan massa dan menyampaikan bahwa seluruh aspirasi yang telah disampaikan akan dilaporkan kepada majelis hakim untuk menjadi pertimbangan dalam proses banding.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan aktivis masyarakat sipil karena menyentuh isu sensitif mengenai relasi antara hukum negara dan hukum adat, serta perlindungan terhadap pemimpin komunitas adat dalam konflik agraria yang kerap melibatkan perusahaan besar. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *