Pekanbaru – Seputar Jagat News. Sidang perdana perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru dan langsung mengungkap fakta mencengangkan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan yang memuat daftar sejumlah pejabat tinggi Pemko Pekanbaru yang diduga terlibat dalam praktik suap menyuap terhadap terdakwa.
Jaksa menyebut bahwa Risnandar menerima total uang suap senilai Rp895 juta, yang diberikan oleh berbagai pejabat dalam bentuk uang tunai dan barang, yang tak pernah dilaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut nama-nama pejabat Pemko Pekanbaru yang disebut dalam dakwaan:
Reza Pahlevi, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru: memberikan Rp50 juta, yang awalnya diterima dari Yeti Yulianti, seorang Kepala Bidang.
Zuhelmi Arifin, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag): memberikan uang dan barang senilai Rp10 juta.
Alex Kurniawan, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda): menyumbang Rp90 juta.
Yuliarso, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub): memberikan Rp45 juta.
Edward Riansyah, Kepala Dinas PUPR: menyetor Rp100 juta.
Transaksi uang ini terjadi di berbagai tempat, termasuk di ruangan dinas, rumah dinas wali kota, kompleks perkantoran Pemko Tenayan Raya, Mall Pelayanan Publik, hingga sebuah toko baju di Jalan Jenderal Sudirman.
“Uang suap diterima Risnandar dari sejumlah pejabat, di berbagai lokasi. Namun tidak dilaporkan kepada KPK sebagaimana kewajiban pejabat negara,” tegas JPU dalam persidangan.
Dalam perkara terpisah yang turut disidangkan hari yang sama, JPU juga membacakan dakwaan untuk Indra Pomi Nasution dan Novin Karmila. Indra Pomi, yang juga pejabat Pemko Pekanbaru, diduga menerima uang suap senilai Rp1,225 miliar dari para kepala dinas dan pejabat lainnya.
Beberapa nama yang tercantum sebagai pemberi suap kepada Indra Pomi antara lain:
Mardiansyah, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman: Rp50 juta.
Yulianis, Kepala BPKAD Pekanbaru: Rp120 juta.
Hariyadi Rusadi Natar: menyetor jumlah mencengangkan, yakni Rp550 juta.
Zulfahmi Adrian, Kepala Satpol PP Pekanbaru: jumlah tak disebut, tapi turut memberikan suap kepada terdakwa.
Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa tindakan para pejabat ini dikategorikan sebagai suap, karena penerima, baik Risnandar maupun Indra Pomi, tidak melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK dalam jangka waktu 30 hari, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan tentang gratifikasi pejabat publik.
“Perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum, karena gratifikasi yang diterima tidak dilaporkan sebagaimana mestinya,” ujar JPU tegas.
Kasus ini diduga berkaitan erat dengan pengaruh pejabat dalam pengelolaan APBD dan APBD Perubahan Kota Pekanbaru Tahun 2024. Fakta-fakta baru diperkirakan masih akan terus terungkap dalam sidang-sidang selanjutnya. (Red)