Tragedi Pejompongan Ketua PMII Nganjuk Desak Reformasi Polri Usai Tewasnya Ojek Online Saat Aksi

WhatsApp Image 2025 08 31 at 09.30.50 ca85534c
7 / 100

Nganjuk – Seputar Jagat News. Minggu, 31 Agustus 2025. Gelombang protes menolak tunjangan DPR terus memanas di berbagai daerah. Tragedi memilukan di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, menjadi titik balik baru dalam kritik terhadap institusi kepolisian, setelah seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal dunia usai terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat aparat membubarkan aksi demonstrasi pada Kamis malam (28/8).

Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Nganjuk, Ali Rohman, menyampaikan belasungkawa mendalam atas wafatnya Affan. Dalam orasi yang digelar di depan Mapolres Nganjuk pada Sabtu (30/8), Ali menyebut peristiwa itu sebagai tragedi kemanusiaan yang mencerminkan retaknya nurani aparat penegak hukum.

“Ini bukan sekadar musibah. Ini adalah potret kelam dari lemahnya komitmen institusi kepolisian dalam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan hak asasi warga,” tegasnya.

Ali menyoroti bahwa kejadian tersebut merupakan bukti kegagalan aparat dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian serta Perkap No. 1 Tahun 2009. Kedua regulasi itu secara tegas menekankan pentingnya prinsip intensitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas dalam setiap tindakan aparat.

Reformasi Polri Mendesak

Dalam orasinya, Ali juga menekankan perlunya reformasi menyeluruh di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), terutama dalam aspek rekrutmen dan pembinaan mental anggota.

“Polisi adalah sipil yang dipersenjatai. Mereka bukan alat kekuasaan, melainkan pelindung rakyat. Jika dari proses rekrutmen saja tidak dibenahi, maka tragedi serupa akan terus berulang,” ungkap Ali, sambil mengingatkan kembali kasus Tragedi Kanjuruhan yang juga menelan banyak korban jiwa akibat eksesifnya penggunaan kekuatan aparat.

Ali menyoroti pola penanganan demonstrasi yang dinilai brutal, dengan penggunaan gas air mata dan kendaraan taktis yang kerap berujung pada korban jiwa. Ia mendesak agar Polri mengevaluasi secara total prosedur pengamanan aksi massa agar tidak lagi menimbulkan tragedi.

Tuntut Tanggung Jawab Institusi

Selain menuntut reformasi struktural, Ali juga meminta agar institusi Polri mengambil tanggung jawab penuh atas peristiwa Pejompongan dan memberikan keadilan bagi keluarga korban.

“Penanganan aksi harus humanis, bukan represif. Pendidikan HAM, sikap di ruang publik, hingga penggunaan peralatan taktis harus dikaji ulang. Institusi tidak bisa terus-menerus lepas tangan,” tegasnya.

Aksi solidaritas yang digelar PC PMII Nganjuk ini menjadi salah satu dari sekian banyak respon masyarakat sipil yang mengecam tindakan brutal aparat dalam menangani aksi demonstrasi. Publik kini menunggu langkah konkret dari Polri dalam merespons tragedi tersebut dan menjamin kejadian serupa tidak kembali terulang.

DS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *