Pigai Tak Mau Kompromi dengan Perusak Vila Retret di Sukabumi: “Itu Bertentangan dengan Pancasila”

Screenshot 2025 07 07 091515
9 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News, Senin, 7 Juli 2025. Peristiwa intoleransi kembali mencoreng wajah keberagaman Indonesia. Sebuah vila di Kampung Tangkil, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang dijadikan tempat kegiatan retret keagamaan, dirusak oleh sekelompok warga. Alasan yang dikemukakan: kegiatan tersebut dianggap mengganggu ketenangan warga karena nyanyian dan doa-doa yang terdengar.

Tindakan warga ini sontak memicu kemarahan publik dan menjadi sorotan nasional. Mereka bertindak sebagai “polisi moral” dengan melakukan pembubaran paksa dan perusakan fasilitas vila tanpa melalui prosedur hukum yang sah.

Menanggapi kejadian tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Natalius Pigai, menyatakan sikap tegas. Ia menolak segala bentuk kompromi terhadap tindakan intoleransi, termasuk dalam kasus perusakan vila retret di Sukabumi.

“Sebagai Menteri HAM RI saya tidak akan menindaklanjuti usulan spontanitas Thomas S. Swarta, Staf Khusus Menteri HAM. Karena itu mencederai perasaan ketidakadilan bagi pihak korban,” tegas Pigai melalui akun X pribadinya @NataliusPigai2.

Pigai juga menyatakan tidak akan memberikan penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka yang telah ditetapkan oleh pihak kepolisian atas kasus perusakan tersebut.

“Tindakan yang bertentangan dengan hukum adalah perbuatan individu atau personal yang bertentangan dengan Pancasila,” lanjutnya.

Pigai memastikan bahwa hingga saat ini Kementerian HAM belum mengeluarkan sikap resmi terkait permohonan penangguhan penahanan tersebut. Ia masih menunggu laporan lengkap dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat.

Sebelumnya, Thomas Harming Suwarta, Staf Khusus Menteri HAM, sempat menyampaikan bahwa KemenHAM berencana mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada polisi. Hal ini ia sampaikan saat menghadiri pertemuan lintas unsur Forkopimda dan tokoh agama di Pendopo Sukabumi, Kamis (3/7/2025).

“Dari Kementerian Hak Asasi Manusia memang mendorong untuk dilakukan penangguhan penahanan kepada tersangka,” kata Thomas saat itu.
“Seperti kata Pak Kapolres tadi, ada upaya penegakan hukum dilakukan secara profesional, proporsional, dan tentu berkeadilan,” imbuhnya.

Namun, pernyataan tersebut justru menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS) yang secara tegas mengecam tindakan perusakan vila dan pembubaran kegiatan retret tersebut.

Ketua Umum FORMAS, Yohanes Handojo Budhisedjati, menyebut tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan mengancam kerukunan sosial.

“Perbuatan merusak rumah tempat retret dan pelarangan terhadap siswa yang mengikuti kegiatan kerohanian adalah tindakan yang melawan konstitusi, mengancam toleransi, perdamaian, dan dapat mengganggu keutuhan kehidupan sosial,” ujarnya, Jumat (4/7/2025).

Handojo menekankan bahwa seluruh warga negara dijamin haknya oleh UUD 1945 untuk menjalankan kegiatan keagamaan sesuai keyakinan masing-masing.

“Apa yang dilakukan dalam kegiatan retret tersebut tentu sejalan dengan ajaran nilai-nilai semua agama, yakni cinta kasih, saling menghormati, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi persaudaraan,” tambahnya.

Menurut FORMAS, tindakan intoleransi serupa sudah berulang kali terjadi, dan berpotensi merusak persatuan bangsa. Oleh karena itu, FORMAS meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas insiden tersebut.

“Mungkin memang ada masalah perizinan atau aturan. Tapi menyelesaikannya tidak bisa dengan cara spontanitas. Itu bisa dikategorikan sebagai kekerasan,” jelas Handojo.
“Tindakan seperti itu, selain melanggar konstitusi, juga melanggar Hak Asasi Manusia,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang dikenal luas menjunjung tinggi toleransi, perdamaian, dan kerukunan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Kami mendorong agar ke depan, persoalan-persoalan seperti ini diselesaikan melalui dialog, bukan kekerasan,” pungkasnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding, juga angkat bicara. Ia menekankan bahwa negara tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok tertentu yang ingin membatasi kebebasan beribadah.

“Ini bukan semata soal disharmoni sosial, ini menyangkut soal kepastian hukum dan keberanian negara dalam melindungi hak asasi rakyatnya,” kata Sudding.

“Perlu kembali ditegaskan bagi semua pihak, beribadah adalah hak konstitusional setiap warga negara,” tutupnya.

Untuk diketahui, peristiwa intoleransi ini terjadi pada Jumat, 27 Juni 2025, di mana sekelompok pelajar yang sedang menjalani kegiatan retret keagamaan di vila tersebut didatangi massa dan dipaksa menghentikan kegiatan mereka. Massa juga dilaporkan melakukan perusakan sejumlah fasilitas vila. Polda Jawa Barat telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *