Kejagung Sambut PP Justice Collaborator: Harapan Baru Ungkap Kasus Besar, Pelaku Non-Utama Bisa Dapat Keringanan

Screenshot 2025 06 26 092258
4 / 100

Jakarta – Seputar Jagat News. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur penghargaan bagi justice collaborator (JC), yakni saksi pelaku yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus pidana besar. PP ini diyakini dapat menjadi instrumen strategis untuk mempercepat proses penegakan hukum dan membuka tabir kejahatan yang selama ini sulit diungkap.

PP tersebut, yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 8 Mei 2025, memberikan insentif berupa keringanan pidana hingga pembebasan bersyarat bagi JC yang memenuhi kriteria dan memberikan informasi penting terhadap peran pelaku utama dalam suatu kejahatan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menilai penerbitan PP ini sebagai bentuk perhatian dan keberpihakan negara terhadap pelaku tindak pidana yang bukan aktor utama namun memilih untuk bekerja sama demi terungkapnya kebenaran.

“Saya kira PP ini menjadi satu penegasan dan bentuk perhatian negara terhadap pelaku yang bukan pelaku utama dalam satu tindak pidana. Mereka diberi ruang dan bentuk keringanan sebagai bentuk penghargaan atas kerja samanya,” ujar Harli, Rabu (25/6/2025).

Ia menekankan bahwa kolaborasi pelaku non-utama sangat membantu proses penyelidikan dan penuntutan, terutama dalam kasus-kasus kompleks seperti korupsi, kejahatan terorganisir, dan pencucian uang, yang kerap melibatkan banyak pihak dengan struktur yang rumit.

Menurut Harli, keberadaan PP ini sangat penting sebagai pemacu keberanian bagi para pelaku non-utama yang mengetahui peran serta pihak-pihak besar di balik sebuah kejahatan. Dengan adanya jaminan perlindungan dan keringanan hukuman, diharapkan lebih banyak orang akan berani bersuara.

“Ini akan membuat terang satu tindak pidana dan sangat membantu aparat dalam mempercepat proses pengungkapan,” katanya.

“Diharapkan, tidak ada lagi keengganan dari pelaku non-utama untuk membukakan fakta yang sesungguhnya. Karena dengan PP ini, mereka diberikan jaminan atas hak dan perlindungan hukumnya,” tambah Harli.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 PP Nomor 24 Tahun 2025, terdapat dua bentuk penghargaan yang diberikan kepada saksi pelaku yang berstatus sebagai JC:

  • Keringanan penjatuhan pidana, yang berarti vonis yang lebih ringan dibanding pelaku utama.
  • Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pengaturan ini tidak hanya berlaku pada tahap penyidikan dan penuntutan, tetapi juga mencakup proses di pengadilan dan masa pemasyarakatan bagi saksi pelaku yang telah berstatus narapidana.

Sebelum terbitnya PP ini, mekanisme pemberian penghargaan kepada JC masih minim pengaturan dan tidak diatur secara komprehensif dalam perundang-undangan. Hal ini kerap menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku non-utama yang ingin bekerja sama dengan penegak hukum.

Dengan hadirnya PP ini, aparat penegak hukum kini memiliki payung hukum yang jelas untuk memberikan penghargaan, sekaligus memberi kepastian hukum dan jaminan perlindungan bagi JC.

PP Nomor 24 Tahun 2025 menjadi langkah nyata pemerintah dalam mendorong budaya keterbukaan dan kolaborasi dalam penegakan hukum. Kejagung optimistis bahwa aturan ini akan menjadi kunci terungkapnya kasus-kasus besar yang selama ini sulit disentuh akibat ketertutupan informasi dan ketakutan dari pelaku non-utama. Dengan ini, keadilan tidak hanya ditegakkan, tetapi juga diungkap secara transparan dan menyeluruh. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *