Korban Dugaan Percaloan Klaim BPJS di Desa Sinar Bentang Masih Menanti Penegakan Hukum: Dana Asuransi Diduga Dipotong

WhatsApp Image 2025 06 05 at 13.11.15 60b85eac scaled
8 / 100

SUKABUMI – Seputar Jagat News, Kamis 5 Juni 2025. Puluhan warga Desa Sinar Bentang, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, mengaku menjadi korban praktik percaloan dalam proses klaim BPJS Ketenagakerjaan. Meski kasus ini mencuat sejak beberapa bulan lalu, hingga kini belum ada tindakan hukum tegas dari aparat penegak hukum terhadap para pihak yang diduga terlibat.

Hal ini diungkapkan seorang warga berinisial S, kepada Seputar Jagat News pada Senin, 3 Juni 2025. Ia menyatakan bahwa keluarganya menjadi salah satu korban dari dugaan praktik manipulasi pencairan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan.

S menuturkan bahwa pada tahun 2022 pemerintah meluncurkan program untuk mendaftarkan kelompok tani dan ternak sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Namun dalam pelaksanaannya, oknum Kepala Desa Sinar Bentang (SGN) dan Ketua Karang Taruna bernama Rob diduga menyalahgunakan program ini.

Mereka merekrut orang-orang yang tidak memenuhi syarat, bahkan beberapa di antaranya dalam kondisi sakit atau telah meninggal dunia, untuk dijadikan peserta BPJS secara fiktif. Salah satunya adalah warga berinisial N, yang diketahui telah meninggal dunia namun diduga tetap didaftarkan sebagai peserta tanpa sepengetahuannya maupun keluarganya.

Saat proses klaim dana santunan untuk ahli waris dilakukan, jumlah yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan resmi, yakni Rp 42 juta per peserta. “Ada yang hanya menerima Rp 15 juta, bahkan ada yang cuma Rp 20 juta dari Rob dan Kades SGN. Padahal dana yang seharusnya diterima ahli waris adalah penuh sebesar Rp 42 juta,” ujar S. Ia juga menyebut bahwa korban dari praktik ini mencapai puluhan orang.

Basuki, perwakilan dari bagian pengendalian operasional BPJS Ketenagakerjaan Sukabumi, membenarkan bahwa dana santunan resmi senilai Rp 42 juta langsung ditransfer ke rekening ahli waris setelah dokumen lengkap diserahkan. Dokumen yang diperlukan mencakup surat nikah, KTP, kartu keluarga, kartu peserta BPJS, serta buku tabungan atas nama ahli waris.

Namun, Basuki mengaku baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan ini setelah diberitahu oleh awak media. “Saya baru tahu soal masalah ini dari media,” ungkapnya saat diwawancarai pada 11 Maret 2025.

Ironisnya, pernyataan Basuki bertentangan dengan fakta di lapangan. Banyak ahli waris yang tidak pernah menerima dana santunan langsung dari bank, melainkan diberikan tunai oleh Rob dan Kades SGN di kantor desa. Hal ini memicu dugaan kuat bahwa telah terjadi pemotongan dana atau penyimpangan administrasi dalam proses pencairan klaim.

Menanggapi isu yang beredar, Ryan Gustviana, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sukabumi, menegaskan bahwa proses klaim hanya dapat dilakukan melalui kanal resmi, yakni melalui aplikasi JMO, Lapak Asyik, atau datang langsung ke kantor cabang.

“Kami tidak pernah melakukan layanan door-to-door untuk membantu klaim. Jika ada yang mengaku sebagai petugas dan menjanjikan kemudahan pencairan, itu bisa diproses secara hukum,” tegas Ryan, dikutip dari Sukabumi.Update.com pada Rabu, 4 Juni 2025.

Ryan juga menambahkan bahwa proses klaim dilakukan secara transparan dan tanpa biaya. Ia meminta masyarakat untuk melaporkan jika menemukan calo atau oknum yang mengaku bisa membantu klaim.

Masyarakat Desa Sinar Bentang menyampaikan kekecewaan terhadap lambannya tindak lanjut dari BPJS Ketenagakerjaan. Sejak tiga bulan lalu, warga telah menitipkan berkas melalui tim media Seputar Jagat News, dan dokumen tersebut telah diserahkan langsung kepada Basuki. Namun hingga kini, belum ada kejelasan atau penyelesaian dari pihak terkait.

“Statemen kepala cabang BPJS itu bagi kami hanya lip service. Sampai sekarang belum ada tindakan nyata,” ujar HSN, salah satu warga yang aktif mengadvokasi kasus ini.

Warga kini menuntut penegak hukum agar segera menyelidiki dan menindak tegas oknum-oknum yang diduga melakukan percaloan dan pemotongan dana santunan. Mereka berharap tidak ada lagi praktik serupa yang menindas masyarakat kecil dalam program jaminan sosial.

Kasus ini menjadi cermin penting akan perlunya pengawasan ketat dan sistem transparan dalam program sosial, agar hak rakyat tidak dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk kepentingan pribadi. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *