Rp66 Miliar Diduga Bocor, Kadisdikpora Cianjur Bungkam: Skandal Anggaran PKBM Kian Mengemuka

Screenshot 2025 05 22 114814
9 / 100

Cianjur, Kamis 22 Mei 2025 – Seputar Jagat News. Dugaan kebocoran dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) kembali mengguncang dunia pendidikan, kali ini terjadi di Kabupaten Cianjur. Sorotan tertuju pada alokasi anggaran sebesar Rp66,7 miliar yang digelontorkan pemerintah pusat untuk mendanai 322 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada tahun anggaran 2025.

Hasil investigasi eksklusif tim Seputar Jagat News menemukan indikasi penyimpangan serius dalam penyaluran dana tersebut. Beberapa PKBM diketahui menerima alokasi dana yang mendekati jumlah yang biasa diterima sekolah formal, meski lembaga pendidikan non-formal seperti PKBM sejatinya memiliki skala operasional yang berbeda.

Lebih mencurigakan lagi, sebagian besar dari 322 PKBM itu diduga dimiliki atau dikelola oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif maupun pensiunan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, termasuk eks Kepala Cabang Dinas (KCD) dan koordinator kecamatan.

Seorang mantan pengelola PKBM sekaligus guru berstatus ASN berinisial S (48), mengaku pernah mengetahui langsung adanya praktik manipulasi data warga belajar.

“Dulu saat saya kelola PKBM, jumlah peserta sedikit, dan BOSP juga sedikit, tapi jelas ada siswanya. Yang aneh itu, PKBM yang laporan Paket B dan C-nya ratusan siswa, padahal fiktif. Itu titipan dari oknum Dinas. Begitu dana cair, oknum itu kembali mengambil jatah dari PKBM tempat ia menitipkan peserta didik,” ungkapnya.

S mengaku pernah diminta memberikan pungutan sebesar Rp1 juta per lembaga kepada ketua forum PKBM berinisial D, dengan dalih “pengamanan ke oknum APH (Aparat Penegak Hukum)”.

Pernyataan Serupa dari Pengelola Lain
Hal senada diungkapkan oleh pengelola PKBM lain, M (62), dari wilayah Cianjur Selatan. Ia juga mengakui diminta menyetor Rp1 juta setiap kali pencairan dana BOSP ke ketua forum PKBM dengan alasan serupa.

“Setiap pencairan, kami diminta setor Rp1 juta ke D. Katanya buat pengamanan ke oknum APH,” ujar M.

Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Ketua Forum PKBM Kabupaten Cianjur D tak membantah adanya pungutan, namun berusaha mengalihkan fokus pada kegiatan organisasi.

“Forum PKBM adalah organisasi non-formal. Kami jalankan kegiatan pelatihan, Bimtek, dan peningkatan kapasitas kepala sekolah dan operator. Semua itu direncanakan dalam RKAS masing-masing sekolah tahun 2024 dan dilaksanakan tahun 2025,” jelasnya.

D menegaskan tidak ada kewajiban untuk ikut dalam kegiatan forum jika tidak menginginkan. Namun ketika ditanya lebih lanjut soal uang Rp1 juta yang diklaim disetor untuk oknum APH, ia menghindar menjawab secara langsung.

“Untuk apa ke APH? Kami tidak tahu. Itu anggaran sekolah masing-masing di RKAS. Tanya saja ke sekolahnya,” jawab D tanpa menjelaskan tudingan pungutan untuk ‘pengamanan’.

Padahal, sejumlah narasumber dari PKBM lain yang dikonfirmasi media menyebut secara tegas bahwa dana tersebut bukan untuk kegiatan Bimtek, melainkan untuk melindungi diri dari potensi audit atau pemeriksaan hukum.

Seorang pegawai ASN Disdikpora yang tak ingin disebutkan namanya menambahkan bahwa anggaran untuk pelatihan dan Bimtek sudah dialokasikan tiap tahun oleh dinas, sehingga bila masuk kembali dalam RKAS masing-masing sekolah, hal ini menimbulkan potensi tumpang tindih anggaran.

Media juga telah mencoba mengonfirmasi langsung dugaan kebocoran anggaran senilai Rp66.742.530.000 kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Cianjur, H. Ruhli Solehudin, melalui pesan WhatsApp. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan yang diberikan, meskipun Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin hak jawab sebagai bagian dari prinsip keterbukaan informasi publik.

Kasus ini membuka tabir buram dunia pendidikan non-formal di Kabupaten Cianjur, tempat puluhan miliar dana negara digelontorkan tanpa kontrol transparan yang memadai. Bila dugaan pungutan liar, warga belajar fiktif, dan keterlibatan ASN terbukti, maka bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan indikasi kuat tindak pidana korupsi sistemik yang menanti tindak lanjut aparat penegak hukum. (DS/RD).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *