Kab. Sukabumi – Seputar Jagat News. Minggu, 18 Mei 2025. Dunia pemerintahan desa di Kabupaten Sukabumi kembali tercoreng. Sebanyak 36 Kepala Desa (Kades) dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat Daerah dalam kurun waktu yang belum lama ini.
Fakta ini memicu keprihatinan publik dan menjadi sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh awak media Seputarjagat news, sebagian besar laporan terhadap para Kades ini berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan anggaran dana desa, pelanggaran administratif hingga indikasi korupsi.
Dana desa yang semestinya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat justru diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau dikelola tanpa transparansi.
Sebenarnya apabila sistem aplikasi yang dijalankan oleh desa seperti SISKEUDES, aplikasi yang dikembangkan oleh BPKP dan Kementerian Dalam Negeri untuk membantu pemerintah Desa mengelola keuangan Desa secara transparan akuntabel dan efisien. Aplikasi ini membantu dalam berbagai tahap pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban.
SISKEUDES juga dapat digunakan untuk memantau dan mengendalikan keuangan desa, sehingga dapat mengurangi risiko penyimpangan anggaran.
SISKEUDES terkoneksi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten (DPMD) berperan sebagai instansi teknis yang memfasilitasi dan menguasai penerapan siskeudes di seluruh desa dalam wilayah kabupaten.
DPMD juga berperan dalam mengawasi penerapan sistude memastikan pengelolaan keuangan Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan mendeteksi potensi masalah keuangan di tingkat desa.
DPMD dapat melakukan monitoring keuangan desa melalui sistude baik secara mandiri maupun melalui sistem monitoring pusat yang dikelola oleh Inspektorat.
DPMD seringkali berkolaborasi dengan instansi lain seperti Inspektorat, BPKP, Dan diskominfo untuk memastikan penerapan siskeudes berjalan efektif.
Pengamat kebijakan publik, Ketua umum paguyuban Maung Sagara Sambodo Ngesti Waspodo menyebut bahwa maraknya laporan terhadap Kades ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan kurangnya kapabilitas manajerial di tingkat desa.
Ia juga menyoroti terkait tentang penanganan kasus Kepala Desa yang sudah masuk ke ranah penyidikan untuk proses penegakan hukum, yang kasus tersebut sudah ada dari beberapa tahun ke belakang (Desa Cikujang).
Yang seharusnya sejak ada temuan audit dari Inspektorat tentunya dalam pengembalian TGR selama 60 hari kegiatan dari Kepala Desa dalam pengelolaan keuangan seharusnya dipantau, dan dimonitor juga oleh pihak DPMD, namun terlihat seperti adanya pembiaran, karena perbuatan dari Kepala Desa tersebut bukan hanya sekali itu saja tapi berulang-ulang.
“Artinya Kepala Desa tidak dapat juga disalahkan begitu saja tentu banyak pihak yang terkait dalam pengawasan ini lalai melakukan pengawasan sehingga berakibat terjadi penyimpangan secara terus-menerus.” Imbuhnya.
Dikutip dari penjelasan Kepala Inspektorat Kabupaten Sukabumi, H. Komarudin, SE. MSI. CG CAE. disalah satu media online (Patroli Sukabumi) memaparkan, “Bahwasanya seluruh laporan yang masuk masih memerlukan klarifikasi dan evaluasi lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya. Inspektorat menggunakan sistem aplikasi khusus aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), guna menelaah indikasi pelanggaran yang dilaporkan.”
“Jika dalam evaluasi ditemukan indikasi kuat terjadinya pelanggaran, kami akan menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan khusus (Riksus). Kita tunggu hasil evaluasi dari irban, jika buktinya cukup kuat, baru ditindaklanjuti lebih dalam titik sebagai upaya pencegahan, inspektorat telah mengeluarkan Surat tugas kepada pejabat fungsional untuk melakukan pengawasan rutin terhadap desa titik setiap pejabat ditugaskan mengawasi 13 desa dan wajib melaporkan hasil pengawasan secara mingguan. Kami berharap langkah ini bisa mencegah penyalahgunaan wewenang di tingkat desa dan minimal potensi kerugian keuangan negara maupun daerah.” Paparnya.
Di lain pihak seorang mantan irban wilayah Inspektorat Kabupaten Sukabumi yang tidak mau disebutkan namanya (sesuai undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers) mengungkapkan kepada awak media 16/5/2025. Melalui sambungan hubungan telepon selulernya.
“Aplikasi yang ada pada APIP tersebut, tidak mutlak digunakan, dalam semua kegiatan artinya aplikasi itu apabila dibutuhkan bisa dipakai. Artinya aplikasi tersebut tidak selamanya online dan kegiatan di desa tidak akan terpantau. Seharusnya aplikasi tersebut dibuat untuk memudahkan pengawasan. Seharusnya semua terpantau kegiatan apapun yang ada di desa.” Kata dia.
“Kalau aplikasi itu berjalan secara terus-menerus untuk menyamakan apa yang dikerjakan oleh desa dan aparatnya tersebut terpantau, namun karena aplikasi tersebut mahal jadi dipusatkannya di DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa). Jadi Inspektorat pada saat di masa saya sebelum tahun 2024 untuk memantau kegiatan desa tersebut harus meminta DPMD membuka aplikasi tersebut, karena yang memegang server dan password segalanya ada pada DPMD. Jadi DPRD bisa mengunci aplikasi tersebut dan membuka.” bebernya.
Lebih lanjut dia mengatakan “Apabila hendak melakukan pemeriksaan ke wilayah, kita harus meminta kepada DPMD untuk membuka aplikasi tersebut dan mengambil data-data dari Kabid Pemdes. Jadi inspektorat tidak bisa langsung membuka aplikasi tanpa lewat Kabid Pemdes tersebut dan nanti diarahkan Desa mana yang akan diperiksa.”
“Seharusnya permasalahan tersebut kalau memang DPMD tersebut aktif dan memantau desa-desa dari aplikasi SISKEUDES tersebut, tidak akan terjadi permasalahan, hanya kan kita tidak tahu terkadang kepala desa karena faktor kedekatannya dengan Kabid tersebut sehingga bisa lolos seperti yang terjadi hari ini, apalagi hari ini kan sudah tidak bisa main-main Semuanya serba terbuka justru perilaku inilah yang harus diantisipasi.” ujar dia.
Di lain pihak juga banyak masyarakat yang sedang menunggu tindak lanjut dari pemeriksaan beberapa desa, yaitu Desa Sinarbentang, Kec. Sagaranten, dan Desa Kertamukti Kec. Warungkiara. (DS/HSN).





