Jakarta – Seputar Jagat News. Fakta mengejutkan disampaikan mantan Ketua Dewan Pers periode 2022–2025, Ninik Rahayu, dalam acara serah terima jabatan anggota Dewan Pers yang digelar pada Rabu (14/5/2025). Ia mengungkapkan bahwa 87 persen jurnalis perempuan menjadi korban kekerasan seksual di ruang digital dalam tiga tahun terakhir.
“Jurnalis perempuan, 87 persen, menjadi korban kekerasan seksual di ruang digital,” tegas Ninik di hadapan para tamu dan undangan.
Ninik menekankan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya terjadi di dunia maya. Kekerasan fisik terhadap jurnalis juga masih kerap ditemukan, baik di tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Kondisi ini mencerminkan bahwa perlindungan terhadap jurnalis masih sangat rentan.
Dalam pernyataannya, Ninik mengkritisi lambannya sistem penanganan kekerasan terhadap jurnalis, khususnya perempuan. Ia mengungkapkan bahwa banyak kasus yang berhenti di tahap penyelidikan tanpa kejelasan hukum, menimbulkan rasa frustrasi dan ketakutan di kalangan korban.
“Sampai hari ini, upaya perlindungan kepada jurnalis yang mengalami kekerasan belum terpenuhi secara sistematis,” kata Ninik.
Bahkan, menurutnya, sejumlah laporan kekerasan berakhir tanpa tindak lanjut atau hasil yang memuaskan.
“Jangan sampai pelaporan hanya jadi perjuangan tanpa hasil. Walau memang ada juga kasus yang berhasil ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Sebagai langkah konkret, Dewan Pers melalui rapat pleno telah bekerja sama dengan Institute for Media & Society (IMS) untuk membentuk Satuan Tugas Nasional Perlindungan Keselamatan Jurnalis (SATNAS).
Satgas ini memiliki mandat untuk mempercepat penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis, baik dalam proses peliputan, pengolahan, penyimpanan, hingga penyebaran informasi.
“Dengan adanya SATNAS, diharapkan ada percepatan penyelesaian, kepastian hukum, dan pemulihan bagi korban, serta keadilan bagi jurnalis yang menjalankan tugas,” ujar Ninik.
SATNAS akan bertindak sebagai lembaga pendamping sekaligus advokasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia, termasuk dalam mengawal penyelidikan dan menjamin rasa aman bagi jurnalis.
Dalam kesempatan itu, Ninik juga menyoroti pentingnya memberikan perlindungan terhadap pers kampus dan media alternatif, yang selama ini kerap luput dari perhatian meskipun memiliki kontribusi signifikan dalam ekosistem pers Indonesia.
“Mereka adalah bagian dari masa depan kehidupan pers kita. Sudah saatnya mereka juga mendapatkan perhatian dan perlindungan yang layak,” tegasnya.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya Dewan Pers memperkuat kebebasan pers yang sehat dan berkeadilan, sekaligus menjamin bahwa semua pelaku media, tanpa terkecuali, memperoleh hak perlindungan yang sama.
Dengan meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis, khususnya di ruang digital, Dewan Pers berharap semua elemen masyarakat dan negara bersatu dalam memberikan rasa aman dan keadilan bagi para jurnalis yang menjadi ujung tombak informasi publik. (Red)